Kamis, 16 April 2015

sistem pendidikan islam pada masa kerajaan islam




“SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA”




Disusun oleh: Lailalatus Sa’dah
Lokal           : 39
Nim              : 12.04.05455
Jurusan        : PAI


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
RASYIDIYAH KHALIDIYAH (RAKHA) AMUNTAI
TAHUN AKADEMIK 2012/2013


Kata Pengantar
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunianya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas kelompok. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, keluarga dan ummatnya yang setia mengikuti ajarannya.
Makalah ini dibuat sebagai tugas mandiri pada mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,dalam penulisan ini masih jauh dari yang diharapkan, maka kritik dan saran dari pihak lain sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang.
















Daftar Isi
Halaman Judul
....................................................................................
1
Kata Pengantar
....................................................................................
2
Daftar Isi
....................................................................................
3
BAB I
Pendahuluan
A.  Latar Belakang
.....................................................................................
4
B.  Rumusan Masalah
......................................................................................
4
BAB II
Pembahasan
A.  Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Islam
.........................................
5
1.      Kerajaan Perlak
.......................................................................
5
2.      Kerajaan Pasai
.......................................................................
6
3.      Kerajaan Darussalam
........................................................................
7
4.      Kerajaan Demak
........................................................................
11
5.      Kerajaan Makassar
.......................................................................
12
6.      Kerajaan Banjar
........................................................................
13
B. Lembaga Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Islam
...........................
14
a.       Rumah Ulama Sebagai Lembaga Pendidikan
..................................
15
b.      Istana Khalifah Sebagai Lembaga Pendidikan
..................................
16






BAB III
Penutup
A.  Kesimpulan
...............................................................................................
17

Daftar Pustaka



BAB I
Pendahuluan
A.  Latar Belakang
Masa kerajaan islam, merupakan salah satu dari periodesasi perjalanan Sejarah Pendididkan Islam di Indonesia, sebab sebagaimana lahirnya kerajaan Islam yang disertai dengan berbagai kebijakan dari penguasanya saat itu, sangat mewarnai Sejarah Islam di Indonesia, terlebih-lebih agama Islam juga pernah dijadikan sebagai agama resmi negara/kerajaan pada saat itu.Karena itulah, bila kita berbicara tentang perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, tentu saja kita tidak bisa mengenyampingkan bagaimana keadaan Islam itu sendiri pada masa kerajaan Islam.Berikut ini akan dikemukakan beberapa kerajaan Islam di Indonesia dan bagaimana peranya dalam pendidikan Islam dan dakwah islamiyah serta bagaimana potret kelembagaan pendidikan Islam pada masa itu
B.  Rumusan Masalah
a.        Bagaimana kondisi dan pelaksanaan pendidikan Islam pada masa kerajaan Islam di Indonesia ?
b.      Bagaimana potret kelembagaan pendidikan Islam pada masa kerajaan Islam?



BAB II
Pembahasan
A.  Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Islam
1.      Kerajaan Perlak
Kerajaan perlak merupakan salah satu kerajaan tertua yang ada di Indonesia, bahkan ada yang menyatakan lebih dahulu dari Kerajaan Samudera Pasai. Alasannya, seorang Putri Ganggang Sari telah kawin dengan Merah Selu (Malik asShaleh) yang diketahui adalah Raja Pasai pertama. Namun sebagaimana dikemukakan terdahulu, tidak banyak bahan kepustakaan yang menjurus kearah itu untuk menguatkan pendapat tersebut.
Berita perjalanan Marco Polo pernah singgah di Perlak pada tahun 1292 M. dia menerangkan bahwa Ibukota Perlak ramai dikunjungi pedagang Islam dari Timur Tengah, Parsi dan India, yang sekaligus melakukan tugas-tugas dakwah.
Menurut riwayatnya, Sultan Mahdum Alauddin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M tercatat sebagai sultan yang keenam, terkenal sebagai sultan yang arif  bijaksana lagi alim sekaligus seorang ulama. Dan sultan inilah yang mendirikan semacam perguruan tinggi Islam pada saat itu.
Begitu pula di Perlak ini terdapat suatu lembaga pendidikan lainnya berupa majelis ta’lim tinggi, yang dihadiri khusuh oleh para murid yang sudah alim dan mendalami ilmunya. Pada majelis ta’lim ini diajarkan kitab-kitab agama yang punya bobot dan pengetahuan tinggi, seperti kitab Al Um karangan Imam Syafi’I dan sebagainya.
Kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan pertama.
Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan dengan baik.

2.      Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke-15 H). Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana.
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:
1. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i.
2. Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh.
3. Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama.
4. Biaya pendidikan bersumber dari negara.
Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa “di Samudra Pasai banyak terdapat kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat orang-orang berpendidikan”.
Menurut Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di Masjid menggunakan pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid menghadap guru.
3.      Kerajaan Aceh Darussalam
Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-1522 M). Bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang dikepalai oleh seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya berdekatan dan yang penduduknya melakukan ibadah bersama pada hari jum’at di sebuah masjid merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim disebut Imeum mukim.
Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara lain:
1.      Sebagai tempat belajar Al-Qur’an.
2.  Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi lainnya adalah sebagai berikut:
1.  Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
2.  Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
3. Tempat kenduri Maulud pada bulan Mauludan.
4.  Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa.
5. Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.
6. Tempat bermusyawarah dalam segala urusan.
7. Letak meunasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat mengetahui mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat.
Selanjutnya sistem pendidikan di Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang diajarkan adalah kitab Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab, meskipun arti Nahu sendiri adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat masjid, meskipun ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah yang tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar nahu itu tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah yang agak jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut Meudagang. Di dayah telah disediakan pondok-pondok kecil mamuat dua orang tiap rumah. Dalam buku karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, istilah Rangkang merupakan madrasah seringkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap mukim.
Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan yaitu:
1. Balai Seutia Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2.  Balai Seutia Ulama, merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
3. Balai Jama’ah Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya.
Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjananya yang terkenal di dalam dan luar negeri. Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh untuk menuntut ilmu, bahkan ibukota Aceh Darussalam berkembang menjadi kota Internasional dan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Kerajaan Aceh telah menjalin suatu hubungan persahabatan dengan kerajaan Islam terkemuka di Timur Tengah yaitu kerajaan Turki. Pada masa itu banyak pula ulama dan pujangga-pujangga dari berbagai negeri Islam yang datang ke Aceh. Para ulama dan pujangga ini mengajarkan ilmu agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai ilmu pengetahuan serta menulis bermacam-macam kitab berisi ajaran agama. Karenanya pengajaran agama Islam di Aceh menjadi penting dan Aceh menjadi kerajaan Islam yang kuat di nusantara. Diantara para ulama dan pujangga yang pernah datang ke kerajaan Aceh antara lain Muhammad Azhari yang mengajar ilmu Metafisika, Syekh Abdul Khair Ibn Syekh Hajar ahli dalam bidang pogmatic dan mistik, Muhammad Yamani ahli dalam bidang ilmu usul fiqh dan Syekh Muhammad Jailani Ibn Hasan yang mengajar logika.
Tokoh pendidikan agama Islam lainnya yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang terkenal dengan ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia menghasilkan karya-karya, Syair si burung pungguk, syair perahu. Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis, Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya. Ulama dan pujangga lain yang pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin Ar-Raniri. Ia menentang paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama Islam dalam bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi mutu dalam kesustraan Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab Bustanul Salatin. Pada masa kejayaan kerajaan Aceh, masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636) oleh Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat beribadah umat Islam, salah satu masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman, yang juga dijadikan sebagai Perguruan Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas).
Dengan melihat banyak para ulama dan pujangga yang datang ke Aceh, serta adanya Perguruan Tinggi, maka dapat dipastikan bahwa kerajaan Aceh menjadi pusat studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J. Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam. Dengan demikian, jelas sekali bahwa di Kerajaan Aceh Darussalam ilmu pengetahuan benar-benar berkembang dengan pesat dan mampu melahirkan para ulama’ dan ahli ilmu pengetahuan.
4.      Kerajaan Demak
Tentang berdirinya kerajaan demak, para ahli sejarah tampaknya berbeda pendapat. Sebagian ahli berpendapat bahwa kerajaan Demak berdiri pada tahun 1478 M, pendapat ini berdasarkan atas jatuhnya kerajaan Majapahit. Adapula yang berpendatpat, bahwa kerajaan Demak berdiri pada tahun 1518 M. hal ini berdasarkan, bahwa pada tahun tersebut merupakan tahun berakhirnya masa pemerintahan Prabu Udara Brawijaya VII yang mendapat  serbuan tentara Raden Fatarh dari Demak.
Setelah berdirinya kerajaan Demak, pendidikan Islam bertambah maju karena telah ada pemerintah yang menyelenggarakannya dan pembesar-pembasar Islam membelanya.
Tentang system pelaksanaan pendidikan  dan pengajaran agama Islam di Demak punya kemiripan dengan yang dilaksanakan di Aceh, yaitu dengan mendirikan mesjid ditempat-tempat yang menjadi sentral di suatu daerah, di sana diajarkan pendidikan agama di bawah pimpinan seorang Badal untuk menjadi seorang guru, yang menjadi pusat pendidikan dan pengajaran serta sumber agama Islam.
Wali suatu daerah diberi gelaran resmi, yaitu gelar Sunan dengan ditambah nama daerahnya, sehingga tersebutlah nama-nama seperti ; Sunan Gunung Jati, Sunan Geseng, Kiai Ageng Tarub, dan lain-lain.
Memang antara kerajaan Demak dengan wali-wali yang sembilan datu Walisongo terjalin hubungan yang bersifat khusus, yang boleh dikatakan semacam hubungan timbal-balik, di mana sangatlah besar peranan para walisongo dibidang dakwah Islam, dan juga Raden Fatah sendiri menjadi raja adalah atas keputusan para wali dan dalam hal ini para wali tersebut juga sebagai penasihat dan pembantu raja.
Dengan kondisi tersebut, maka yang menjadi sasaran pendidikan dan dakwah Islam meliputi kalangan pemerintah dan rakyat umum.
Adanya kebijaksanaan para wali-wali  menyiarkan agama dan memasukkan anasir-anasir pendidikan dan pengajaran Islam dalam segala cabang kebudayaan nasional Indonesia, sangat menggembirakan, sehingga agama Islam dapat tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia.
5.      Kerajaan Makassar
Gowa-Tallo biasanya disebut dengan kerajaan Makasar. Makasar ialah nama suku bangsanya, sedangkan kerajaannya bernama Gowa-Tallo. Tallo merupakan kerajaan yang berbatasan dengan Gowa, namun dua kerajaan ini selalu bersatu, sehingga mereka menjadi kerajaan kembar. Letak kerajaan Gowa-Tallo di Semenanjung barat daya pulau Sulawesi yang sangat stategis dilihat dari sudut perdagangan rempah-rempah di kepulauan Nusantara. Rempah-rempah dari Maluku di perdagangkan di pelabuhan Gowa-Tallo, yang dibawa oleh pedagang-pedagang Makassar dari Maluku
Kerajaan yang mula-mula berdasarkan Islam adalah Kerajaan Kembar Gowa Tallo tahun 1605 M. rajanya bernama I. Mallingkaang Daeng Mansyonri yang kemudian bergantiu nama dengan Sultan Abdullah Awwalul Islam. Menyusul di belakangnya raja Gowa bernama Sultan Aluddin. Dalam waktu dua tahun seluruh rakyatnya telah memeluk Islam. Muballig Islam yang berjasa di sana ialah Abdul Qorid Katib Tunggal gelar Dato Ri Bandang berasal dari Minangkabau, murid Sunan Giri. Seorang Portugis bernama Pinto pada tahun 1544 M menyatakan telah mengunjungi Sulawesi dan berjumpa dengan pedagang-pedagang (muballig) Islam dari Malaka dan Patani (Thailand).
Pada masa pemerintahan raja Gowa ke-15 (1637-1653) Sultan Malikussaid (I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiung), tiap-tiap negeri (bate) memiliki mesjid dan di tiap-tiap kampung memiliki langgara’ (langgar). Selain dipergunakan untuk shalat, mesjid dan langgar juga digunakan sebagai tempat pengajian agama bagi anak-anak muda di tempat itu. Guru yang mengajarkan Alquran dan ilmu-ilmu Islam lainnya disebut anrong-gurunta atau gurunta. (Mattulada, 1995: 29).
Selain itu, penulisan dan penyalinan buku-buku agama Islam dari bahasa Melayu ke bahasa Makassar (lontara) giat dilaksanakan. Berbagai lontara yang asalnya dari bahasa Melayu diduga berasal dari zaman permulaan perkembangan Islam di Sulawesi Selatan (abad ke-17 dan 18), sampai sekarang masih populer di kalangan orang tua-tua Bugis-Makassar.
6.      Kerajaan Banjar
Islam maulai masuk di Kalimantan pada abad ke 15 M dengan cara damai, dibawa oleh muballig dari Jawa. Sunan Bonang dan Sunan Giri mempunyai santri-santri dari Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Sunan Giri, ketika berumur 23 tahun, pergi ke Kalimantan bersama saudagar Kamboja bernama Abu Hurairah. Gubahan Sunan Giri bernama Kalam Muyang dan gubahan Sunan Bonang bernama Sumur Serumbung menjadi buah mulut di Kalimantan. Muballig lainnya dari Jawa adalah Sayid Abdul Rahman alias Khatib Daiyan dari Kediri.
Tentang berdirinya kerajan Islam di Banjar ini, menurut Drs.Idwar Saleh ialah pada hari Rabu Wage, 24 september 1526 M, dua hari sebelum hari raya idul fitri, sesudah Pangeran Samudera yang kemudian berganti nama dengan Sultan Suriansyah menang perang dengan Pangeran Tumanggung di Negara Daha.
Perkembangan Islam mulai mantap setelah berdirinya Kerajaan Islam di Bandar Masih di bawah pimpinan Sultan Suriansyah taun 1540 M bergelar pangeran Samudera dan dibantu oleh Patih Masih.
Lembaga pendidikan islam pertama dikenal dengan nama langgar. Orang pertama yang mendirikan langgar adalah Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari, seorang ulama banjar yang pernah menuntut ilmu keislaman di Aceh dan Makkah selama beberapa tahun. Sekembalinnya ke Banjarmasin, ia membuat langgar yang didirikan di pinggiran ibukota kerajaan yang kemudian dikenal dengan nama Kampung Dalam Pagar. Langgar di Banjar banyak kemiripannya denga pesantren di jawa.
Semua ilmu yang diberikan di lembaga pendidikan islam di Nusantara ditulis dalam huruf Arab Melayu atau Pegon. Dengan huruf itu masyarakat Melayu umumnya pandai membaca dan menulis.
Pendidikan islam di Kalimantan pada tahun 1716 M, di Kalimantan terdapat Ulama besar yang bernama Syekh Arsyad Al-Banjari dari desa Kalapayan yang terkenal sebagai pendidik dan muballigh besar.
Di Kalimantan terdapat madrasah-madrasah yang mengajarkan agama dan serta pelajaran umum, diantaranya sebagai berikut.
a. Pesantren atau madrasah di Kalimantan Barat yang bernama madrasatun najah wal fatah
b. Sekolah menengah islam
c. Madrasah Normal Islam Amuntai.
d. Perkumpulan ikatan madrasah-madarasah islam (I.M.I) Amuntai

B. Lembaga Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Islam
Sebelum berkembangnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bersifat non formal. Lembaga-lembaga ini berkembang terus dan bahkan bersamaan dengannya tumbuh dan berkembang bentuk-bentuk lembaga pendidikan non formal yang semakin luas. Diantara lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bercorak non formal tersebut adalah;
1.      Kuttab sebagai lembaga pendidikan dasar
2.      Pendidikan rendah di Istana
3.      Toko-toko kitab
4.      Rumah-rumah para ulama (ahli ilmu pengetahuan)
5.      Majlis atau saloon kesusastraan
6.      Badiah (padang pasir, dusun tempat tinggal Badwi)
7.      Rumah sakit
8.      Perpustakaan
9.      Masjid, atau
Lembaga-lembaga pendidikan Islam sebelum kebangkitan Madrasah yaitu :
1.      Maktab/Kuttab
2.      Halaqah
3.      Majlis
4.      Masjid
5.      Khan
6.      Ribath
7.      Rumah-rumah ulama
8.      Toko-toko Buku dan Perpustakaan
9.    Observatorium dan Rumah Sakit.

a.    Rumah Ulama sebagai Lembaga Pendidikan
Masjid bukanlah satu-satunya tempat diselenggarakannya pendidikan Islam. Rumah-rumah ulama juga memainkan peranan penting dalam mentransmisikan ilmu agama dan pengetahuan umum. Sebagai tempat transmisi keilmuan, rumah muncul lebih awal daripada masjid. Sebelum masjid dibangun, ketika di Mekkah Rasulullah menggunakan rumah Al-Arqam sebagai tempat memberikan pelajaran bagi kaum muslimin. Selain itu, Beliau pun menggunakan rumah Beliau sebagai tempat untuk belajar Islam.
Diantara rumah ulama terkenal yang menjadi tempat belajar adalah rumah Ibnu Sina, Al-Gazali, Ali Ibnu Muhammad Al-Fasihi, Ya’qub Ibnu Killis, Wazir Khalifah Al-Aziz billah Al-Fatimy.
Ahmad Syalabi, mengemukakan bahwa dipergunakannya rumah-rumah ulama dan para ahli tersebut adalah karena terpaksa dalam keadaan darurat,  misalnya rumah Al-Gazali setelah tidak mengajar lagi di Madrasah Nidamiyah dan menjalani kehidupan sufi. Para pelajar terpaksa datang  ke rumahnya karena kehausan akan ilmu pengetahuan  dan terutama karena pendapatnya yang sangat menarik perhatian mereka. Sama halnya dengan Al-Gazali, adalah  Ali Ibnu Muhammad Al-Fasihi, yang dituduh sebagai seorang Syi’ah kemudian dipecat dari mengajar di Madrasah Nidamiyah, lalu mengajar di rumahnya sendiri. Beliau-beliau, karena dikenal sebagai guru dan ulama yang kenamaan maka kelompok-kelompok pelajar tetap mengunjungi di rumahnya untuk meneruskan pelajaran.

b.    Istana Khalifah sebagai Lembaga Pendidikan
Timbulnya pendidikan rendah di istana untuk anak – anak para pejabat, adalah berdasarkan pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugas tugasnya kelak setelah ia dewasa. Atas dasar pemikiran tersebut, Kholifah dan keluarganya serta para pembesar istana lainya berusaha menyiapkan agar anak – anaknya sejak kecil sudah di perkenalkan dengan lingkungan dan tugas – tugas yang akan di embannya nanti. Oleh karena itu mereka memanggil guru-guru khusus untuk memberikan pendidikan  kepada  anak –anak mereka.
     Pendidikan anak di istana  berbeda dengan pendidikan anak – anak di kuttab pada umumnya. Di istana orang tua murid (para pembesar di istana) adalah yang membuat rencana pelajaran dan tujuan yang di kehendaki oleh orang tuanya. Guru yang mengajar di istana itu di sebut mu’addib. Kata mu’addib berasal dari kata adab, yang berarti budi pekerti atau meriwayatkan.guru pendidikan anak di istana di sebut mua’ddib, karena berfungsi mendidikkan budi pekerti dan mewariskan kecerdasan dan pengetahuan orang – orang dahulu kepada anak-anak pejabat.
Contoh dari rencana pelajaran dan petunjuk-petunjuk yang dikemukakan oleh pembesar istana kepada pendidik anak-anaknya agar dijadikan sebagai pedoman.
Adapun rencana pembelajaran di istana sebagai berikut:                                         
1. Al-Qur’an (kitabulah)
 2. Hadis-hadis yang termulia
 3. Syair – Syair yang terhormat 
 4. Riwayat hukamah
 5. Menulis membaca dan lain – lain



BAB III
Penutup
A.  Kesimpulan
Proses dan sistem pendidikan Islam pada masa kerajaan Islam di Indonesia sudah berlangsung cukup baik. Terbukti dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sebagai pusat-pusat kekuasaan Islam di Indonesia ini sangat berpengaruh bagi proses islamisasi di Indonesia sebagai peranannya didalam penyiaran agama Islam, melalui para Ulama sebagai mubaligh/ pendidik dalam penyiaran agama Islam dan kerajaan Islam sebagai wadah kekuasaan politik Islam, keduanya sangat berperan dalam mempercepat tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di Indonesia.
Selain mengikuti sistem yang telah diajarkan oleh Nabi, maka sistem pelaksaan pendidikan Islam yang berlaku pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia hampir sama, yaitu dengan mendirikan masjid sebagai pusat pendidikan, serta mengadakan halaqoh majelis ta’lim untuk mendiskusikan ilmu-ilmu agama.
Masjid bukanlah satu-satunya tempat diselenggarakannya pendidikan Islam. Rumah-rumah ulama juga memainkan peranan penting dalam mentransmisikan ilmu agama dan pengetahuan umum. Sebagai tempat transmisi keilmuan, rumah muncul lebih awal daripada masjid. Sebelum masjid dibangun, ketika di Mekkah Rasulullah menggunakan rumah Al-Arqam sebagai tempat memberikan pelajaran bagi kaum muslimin. Selain itu, Beliau pun menggunakan rumah Beliau sebagai tempat untuk belajar Islam.



DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar