“SEJARAH
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA”
Disusun
oleh: Lailalatus Sa’dah
Lokal : 39
Nim
: 12.04.05455
Jurusan : PAI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
RASYIDIYAH
KHALIDIYAH (RAKHA) AMUNTAI
TAHUN
AKADEMIK 2012/2013
Kata Pengantar
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakaatuh
Alhamdulillah
puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunianya sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas kelompok. Shalawat dan salam
kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, keluarga dan ummatnya yang setia
mengikuti ajarannya.
Makalah
ini dibuat sebagai tugas mandiri pada mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia,dalam penulisan ini masih jauh dari yang diharapkan, maka kritik dan
saran dari pihak lain sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah dimasa
yang akan datang.
Daftar Isi
Halaman Judul
|
....................................................................................
|
1
|
Kata Pengantar
|
....................................................................................
|
2
|
Daftar Isi
|
....................................................................................
|
3
|
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
|
.....................................................................................
|
4
|
B.
Rumusan
Masalah
|
......................................................................................
|
4
|
BAB II
Pembahasan
A.
Pendidikan
Islam Pada Masa Kerajaan Islam
|
.........................................
|
5
|
|||
1.
Kerajaan
Perlak
|
.......................................................................
|
5
|
|||
2.
Kerajaan
Pasai
|
.......................................................................
|
6
|
|||
3.
Kerajaan
Darussalam
|
........................................................................
|
7
|
|||
4.
Kerajaan
Demak
|
........................................................................
|
11
|
|||
5.
Kerajaan
Makassar
|
.......................................................................
|
12
|
|||
6.
Kerajaan
Banjar
|
........................................................................
|
13
|
|||
B. Lembaga
Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Islam
|
...........................
|
14
|
|||
a. Rumah Ulama Sebagai Lembaga
Pendidikan
|
..................................
|
15
|
|||
b.
Istana
Khalifah Sebagai Lembaga Pendidikan
|
..................................
|
16
|
|||
BAB
III
Penutup
A. Kesimpulan
|
...............................................................................................
|
17
|
Daftar
Pustaka
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Masa kerajaan
islam, merupakan salah satu dari periodesasi perjalanan Sejarah Pendididkan
Islam di Indonesia, sebab sebagaimana lahirnya kerajaan Islam yang disertai
dengan berbagai kebijakan dari penguasanya saat itu, sangat mewarnai Sejarah
Islam di Indonesia, terlebih-lebih agama Islam juga pernah dijadikan sebagai
agama resmi negara/kerajaan pada saat itu.Karena itulah, bila kita berbicara
tentang perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, tentu saja kita tidak
bisa mengenyampingkan bagaimana keadaan Islam itu sendiri pada masa kerajaan
Islam.Berikut ini akan dikemukakan beberapa kerajaan Islam di Indonesia dan
bagaimana peranya dalam pendidikan Islam dan dakwah islamiyah serta bagaimana
potret kelembagaan pendidikan Islam pada masa itu
B. Rumusan Masalah
a.
Bagaimana kondisi dan pelaksanaan pendidikan
Islam pada masa kerajaan Islam di Indonesia ?
b.
Bagaimana
potret kelembagaan pendidikan Islam pada masa kerajaan Islam?
BAB II
Pembahasan
A. Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Islam
1.
Kerajaan
Perlak
Kerajaan perlak merupakan salah satu kerajaan tertua yang ada di Indonesia,
bahkan ada yang menyatakan lebih dahulu dari Kerajaan Samudera Pasai.
Alasannya, seorang Putri Ganggang Sari telah kawin dengan Merah Selu (Malik
asShaleh) yang diketahui adalah Raja Pasai pertama. Namun sebagaimana
dikemukakan terdahulu, tidak banyak bahan kepustakaan yang menjurus kearah itu
untuk menguatkan pendapat tersebut.
Berita
perjalanan Marco Polo pernah singgah di Perlak pada tahun 1292 M. dia
menerangkan bahwa Ibukota Perlak ramai dikunjungi pedagang Islam dari Timur
Tengah, Parsi dan India, yang sekaligus melakukan tugas-tugas dakwah.
Menurut riwayatnya, Sultan Mahdum Alauddin Muhammad
Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M tercatat sebagai sultan yang
keenam, terkenal sebagai sultan yang arif
bijaksana lagi alim sekaligus seorang ulama. Dan sultan inilah yang
mendirikan semacam perguruan tinggi Islam pada saat itu.
Begitu pula di
Perlak ini terdapat suatu lembaga pendidikan lainnya berupa majelis ta’lim
tinggi, yang dihadiri khusuh oleh para murid yang sudah alim dan mendalami
ilmunya. Pada majelis ta’lim ini diajarkan kitab-kitab agama yang punya bobot
dan pengetahuan tinggi, seperti kitab Al Um karangan Imam Syafi’I dan
sebagainya.
Kerajaan Islam
Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah disamakan
dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid,
tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata
negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur
sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada akhir abad
ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan pertama.
Dengan demikian
pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan dengan baik.
2.
Kerajaan
Samudra Pasai
Kerajaan Islam
pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada abad
ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua bernama
Al-Malik Al-Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/
abad ke-15 H). Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di
Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim
dalam ilmu agama dan bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu
sholat Ashar dan fasih berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang
sederhana.
Keterangan Ibnu
Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman
kerajaan Pasai sebagai berikut:
1. Materi pendidikan dan pengajaran
agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i.
2. Sistem
pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh.
3. Tokoh
pemerintahan merangkap tokoh agama.
4. Biaya
pendidikan bersumber dari negara.
Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad
ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip
keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa “di Samudra Pasai banyak terdapat
kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat orang-orang berpendidikan”.
Menurut Ibnu
Batutah juga, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam di
Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu
Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada
para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di
Masjid menggunakan pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan
para alim pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin
dari Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau
halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru
duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid
menghadap guru.
3.
Kerajaan
Aceh Darussalam
Proklamasi
kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan
Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin
Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah
(1507-1522 M). Bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan
Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang dikepalai oleh seorang Keucik dan
Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya berdekatan dan yang penduduknya
melakukan ibadah bersama pada hari jum’at di sebuah masjid merupakan suatu
kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim
disebut Imeum mukim.
Jenjang
pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan terendah
Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di
setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara lain:
1.
Sebagai tempat belajar Al-Qur’an.
2. Sebagai
Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf
Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi lainnya
adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
2. Sebagai
tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
3. Tempat
kenduri Maulud pada bulan Mauludan.
4. Tempat
menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa.
5. Tempat
mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.
6. Tempat
bermusyawarah dalam segala urusan.
7. Letak
meunasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat mengetahui
mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat.
Selanjutnya
sistem pendidikan di Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang
diajarkan adalah kitab Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab,
meskipun arti Nahu sendiri adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat
masjid, meskipun ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri,
terutama dayah yang tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang
yang ingin belajar nahu itu tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka
harus memilih dayah yang agak jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah
tersebut yang disebut Meudagang. Di dayah telah disediakan pondok-pondok kecil
mamuat dua orang tiap rumah. Dalam buku karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia, istilah Rangkang merupakan madrasah seringkat Tsanawiyah,
materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan
akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap mukim.
Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam
benar-benar menjadi perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga negara
yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan yaitu:
1. Balai Seutia Hukama, merupakan lembaga
ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan cendikiawan
untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Balai Seutia Ulama, merupakan jawatan
pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
3. Balai Jama’ah Himpunan Ulama, merupakan
kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk bertukar fikiran
membahas persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya.
Aceh pada saat
itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjananya yang terkenal
di dalam dan luar negeri. Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh untuk menuntut
ilmu, bahkan ibukota Aceh Darussalam berkembang menjadi kota Internasional dan
menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Kerajaan Aceh telah menjalin suatu hubungan
persahabatan dengan kerajaan Islam terkemuka di Timur Tengah yaitu kerajaan
Turki. Pada masa itu banyak pula ulama dan pujangga-pujangga dari berbagai
negeri Islam yang datang ke Aceh. Para ulama dan pujangga ini mengajarkan ilmu
agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai ilmu pengetahuan serta menulis
bermacam-macam kitab berisi ajaran agama. Karenanya pengajaran agama Islam di
Aceh menjadi penting dan Aceh menjadi kerajaan Islam yang kuat di nusantara.
Diantara para ulama dan pujangga yang pernah datang ke kerajaan Aceh antara
lain Muhammad Azhari yang mengajar ilmu Metafisika, Syekh Abdul Khair Ibn Syekh
Hajar ahli dalam bidang pogmatic dan mistik, Muhammad Yamani ahli dalam bidang
ilmu usul fiqh dan Syekh Muhammad Jailani Ibn Hasan yang mengajar logika.
Tokoh pendidikan agama Islam lainnya yang berada di
kerajaan Aceh adalah Hamzah Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru
agama yang terkenal dengan ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara
karya-karya Hamzah Fansuri adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat
Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia menghasilkan karya-karya, Syair si
burung pungguk, syair perahu. Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin
As-Samathrani atau lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari
Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis,
Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya. Ulama
dan pujangga lain yang pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin
Ar-Raniri. Ia menentang paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama
Islam dalam bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi
mutu dalam kesustraan Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh
adalah kitab Bustanul Salatin. Pada masa kejayaan kerajaan Aceh, masa Sultan
Iskandar Muda (1607-1636) oleh Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat
beribadah umat Islam, salah satu masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman,
yang juga dijadikan sebagai Perguruan Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas).
Dengan melihat banyak para ulama dan pujangga yang
datang ke Aceh, serta adanya Perguruan Tinggi, maka dapat dipastikan bahwa
kerajaan Aceh menjadi pusat studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan
salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada
periode berikutnya. Menurut B.J. Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang
Islam. Dengan demikian, jelas sekali bahwa di Kerajaan Aceh Darussalam
ilmu pengetahuan benar-benar berkembang dengan pesat dan mampu melahirkan para
ulama’ dan ahli ilmu pengetahuan.
4.
Kerajaan
Demak
Tentang berdirinya kerajaan
demak, para ahli sejarah tampaknya berbeda pendapat. Sebagian ahli berpendapat
bahwa kerajaan Demak berdiri pada tahun 1478 M, pendapat ini berdasarkan atas
jatuhnya kerajaan Majapahit. Adapula yang berpendatpat, bahwa kerajaan Demak
berdiri pada tahun 1518 M. hal ini berdasarkan, bahwa pada tahun tersebut
merupakan tahun berakhirnya masa pemerintahan Prabu Udara Brawijaya VII yang
mendapat serbuan tentara Raden Fatarh
dari Demak.
Setelah berdirinya kerajaan Demak, pendidikan Islam bertambah maju
karena telah ada pemerintah yang menyelenggarakannya dan pembesar-pembasar
Islam membelanya.
Tentang system pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran agama Islam di
Demak punya kemiripan dengan yang dilaksanakan di Aceh, yaitu dengan mendirikan
mesjid ditempat-tempat yang menjadi sentral di suatu daerah, di sana diajarkan
pendidikan agama di bawah pimpinan seorang Badal untuk menjadi seorang guru,
yang menjadi pusat pendidikan dan pengajaran serta sumber agama Islam.
Wali suatu daerah diberi gelaran
resmi, yaitu gelar Sunan dengan ditambah nama daerahnya, sehingga tersebutlah
nama-nama seperti ; Sunan Gunung Jati, Sunan Geseng, Kiai Ageng Tarub, dan
lain-lain.
Memang antara kerajaan Demak dengan
wali-wali yang sembilan datu Walisongo terjalin hubungan yang bersifat khusus,
yang boleh dikatakan semacam hubungan timbal-balik, di mana sangatlah besar
peranan para walisongo dibidang dakwah Islam, dan juga Raden Fatah sendiri
menjadi raja adalah atas keputusan para wali dan dalam hal ini para wali
tersebut juga sebagai penasihat dan pembantu raja.
Dengan kondisi tersebut, maka yang
menjadi sasaran pendidikan dan dakwah Islam meliputi kalangan pemerintah dan
rakyat umum.
Adanya kebijaksanaan para
wali-wali menyiarkan agama dan
memasukkan anasir-anasir pendidikan dan pengajaran Islam dalam segala cabang
kebudayaan nasional Indonesia, sangat menggembirakan, sehingga agama Islam
dapat tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia.
5.
Kerajaan Makassar
Gowa-Tallo biasanya disebut dengan kerajaan Makasar. Makasar ialah
nama suku bangsanya, sedangkan kerajaannya bernama Gowa-Tallo. Tallo merupakan
kerajaan yang berbatasan dengan Gowa, namun dua kerajaan ini selalu bersatu,
sehingga mereka menjadi kerajaan kembar. Letak kerajaan Gowa-Tallo di
Semenanjung barat daya pulau Sulawesi yang sangat stategis dilihat dari sudut
perdagangan rempah-rempah di kepulauan Nusantara. Rempah-rempah dari Maluku di
perdagangkan di pelabuhan Gowa-Tallo, yang dibawa oleh pedagang-pedagang
Makassar dari Maluku
Kerajaan yang mula-mula berdasarkan Islam adalah Kerajaan Kembar
Gowa Tallo tahun 1605 M. rajanya bernama I. Mallingkaang Daeng Mansyonri yang
kemudian bergantiu nama dengan Sultan Abdullah Awwalul Islam. Menyusul di
belakangnya raja Gowa bernama Sultan Aluddin. Dalam waktu dua tahun seluruh
rakyatnya telah memeluk Islam. Muballig Islam yang berjasa di sana ialah Abdul
Qorid Katib Tunggal gelar Dato Ri Bandang berasal dari Minangkabau, murid Sunan
Giri. Seorang Portugis bernama Pinto pada tahun 1544 M menyatakan telah
mengunjungi Sulawesi dan berjumpa dengan pedagang-pedagang (muballig) Islam
dari Malaka dan Patani (Thailand).
Pada masa
pemerintahan raja Gowa ke-15 (1637-1653) Sultan Malikussaid (I Mannuntungi
Daeng Mattola Karaeng Lakiung), tiap-tiap negeri (bate) memiliki mesjid dan di
tiap-tiap kampung memiliki langgara’ (langgar). Selain dipergunakan untuk
shalat, mesjid dan langgar juga digunakan sebagai tempat pengajian agama bagi
anak-anak muda di tempat itu. Guru yang mengajarkan Alquran dan ilmu-ilmu Islam
lainnya disebut anrong-gurunta atau gurunta. (Mattulada, 1995: 29).
Selain itu,
penulisan dan penyalinan buku-buku agama Islam dari bahasa Melayu ke bahasa
Makassar (lontara) giat dilaksanakan. Berbagai lontara yang asalnya dari bahasa
Melayu diduga berasal dari zaman permulaan perkembangan Islam di Sulawesi
Selatan (abad ke-17 dan 18), sampai sekarang masih populer di kalangan orang
tua-tua Bugis-Makassar.
6. Kerajaan Banjar
Islam maulai masuk di Kalimantan pada abad ke 15 M dengan cara
damai, dibawa oleh muballig dari Jawa. Sunan Bonang dan Sunan Giri mempunyai
santri-santri dari Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Sunan Giri, ketika berumur
23 tahun, pergi ke Kalimantan bersama saudagar Kamboja bernama Abu Hurairah.
Gubahan Sunan Giri bernama Kalam Muyang dan gubahan Sunan Bonang bernama Sumur
Serumbung menjadi buah mulut di Kalimantan. Muballig lainnya dari Jawa adalah Sayid
Abdul Rahman alias Khatib Daiyan dari Kediri.
Tentang
berdirinya kerajan Islam di Banjar ini, menurut Drs.Idwar Saleh ialah pada hari
Rabu Wage, 24 september 1526 M, dua hari sebelum hari raya idul fitri, sesudah
Pangeran Samudera yang kemudian berganti nama dengan Sultan Suriansyah menang perang
dengan Pangeran Tumanggung di Negara Daha.
Perkembangan Islam
mulai mantap setelah berdirinya Kerajaan Islam di Bandar Masih di bawah
pimpinan Sultan Suriansyah taun 1540 M bergelar pangeran Samudera dan dibantu
oleh Patih Masih.
Lembaga pendidikan islam pertama dikenal
dengan nama langgar. Orang pertama
yang mendirikan langgar adalah Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari, seorang ulama
banjar yang pernah menuntut ilmu keislaman di Aceh dan Makkah selama beberapa
tahun. Sekembalinnya ke Banjarmasin, ia membuat langgar yang didirikan di
pinggiran ibukota kerajaan yang kemudian dikenal dengan nama Kampung Dalam
Pagar. Langgar di Banjar banyak kemiripannya denga pesantren di jawa.
Semua ilmu yang diberikan di
lembaga pendidikan islam di Nusantara ditulis dalam huruf Arab Melayu atau
Pegon. Dengan huruf itu masyarakat Melayu umumnya pandai membaca dan menulis.
Pendidikan islam di Kalimantan pada tahun 1716 M, di Kalimantan terdapat
Ulama besar yang bernama Syekh Arsyad Al-Banjari dari desa Kalapayan yang
terkenal sebagai pendidik dan muballigh besar.
Di Kalimantan terdapat madrasah-madrasah yang
mengajarkan agama dan serta pelajaran umum, diantaranya sebagai berikut.
a. Pesantren
atau madrasah di Kalimantan Barat yang bernama madrasatun najah wal fatah
b. Sekolah menengah islam
c. Madrasah Normal Islam Amuntai.
d. Perkumpulan ikatan madrasah-madarasah islam (I.M.I)
Amuntai
B. Lembaga
Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Islam
Sebelum berkembangnya sekolah dan
universitas yang kemudian dikenal sebagai lembaga pendidikan formal, dalam
dunia Islam sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam yang
bersifat non formal. Lembaga-lembaga ini berkembang terus dan bahkan bersamaan
dengannya tumbuh dan berkembang bentuk-bentuk lembaga pendidikan non formal
yang semakin luas. Diantara lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bercorak non
formal tersebut adalah;
1.
Kuttab
sebagai lembaga pendidikan dasar
2.
Pendidikan
rendah di Istana
3.
Toko-toko
kitab
4.
Rumah-rumah
para ulama (ahli ilmu pengetahuan)
5.
Majlis atau saloon
kesusastraan
6.
Badiah
(padang pasir, dusun tempat tinggal Badwi)
7.
Rumah sakit
8. Perpustakaan
9. Masjid, atau
Lembaga-lembaga pendidikan Islam sebelum
kebangkitan Madrasah yaitu :
1. Maktab/Kuttab
2. Halaqah
3. Majlis
4. Masjid
5. Khan
6. Ribath
7. Rumah-rumah
ulama
8. Toko-toko
Buku dan Perpustakaan
9. Observatorium dan Rumah Sakit.
a. Rumah Ulama sebagai Lembaga Pendidikan
Masjid
bukanlah satu-satunya tempat diselenggarakannya pendidikan Islam. Rumah-rumah
ulama juga memainkan peranan penting dalam mentransmisikan ilmu agama dan
pengetahuan umum. Sebagai tempat transmisi keilmuan, rumah muncul lebih awal
daripada masjid. Sebelum masjid dibangun, ketika di Mekkah Rasulullah menggunakan
rumah Al-Arqam sebagai tempat memberikan pelajaran bagi kaum muslimin. Selain
itu, Beliau pun menggunakan rumah Beliau sebagai tempat untuk belajar Islam.
Diantara rumah ulama terkenal yang menjadi tempat belajar adalah
rumah Ibnu Sina, Al-Gazali, Ali Ibnu Muhammad Al-Fasihi, Ya’qub Ibnu Killis,
Wazir Khalifah Al-Aziz billah Al-Fatimy.
Ahmad Syalabi, mengemukakan bahwa dipergunakannya rumah-rumah ulama
dan para ahli tersebut adalah karena terpaksa dalam keadaan darurat, misalnya rumah Al-Gazali setelah tidak
mengajar lagi di Madrasah Nidamiyah dan menjalani kehidupan sufi. Para pelajar
terpaksa datang ke rumahnya karena
kehausan akan ilmu pengetahuan dan
terutama karena pendapatnya yang sangat menarik perhatian mereka. Sama halnya
dengan Al-Gazali, adalah Ali Ibnu
Muhammad Al-Fasihi, yang dituduh sebagai seorang Syi’ah kemudian dipecat dari
mengajar di Madrasah Nidamiyah, lalu mengajar di rumahnya sendiri.
Beliau-beliau, karena dikenal sebagai guru dan ulama yang kenamaan maka
kelompok-kelompok pelajar tetap mengunjungi di rumahnya untuk meneruskan
pelajaran.
b. Istana Khalifah sebagai Lembaga Pendidikan
Timbulnya
pendidikan rendah di istana untuk anak – anak para pejabat, adalah berdasarkan
pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu
melaksanakan tugas – tugasnya kelak setelah ia dewasa. Atas dasar pemikiran tersebut, Kholifah dan
keluarganya serta para pembesar istana lainya berusaha menyiapkan agar anak –
anaknya sejak kecil sudah di perkenalkan dengan lingkungan dan tugas – tugas
yang akan di embannya nanti. Oleh karena itu mereka memanggil
guru-guru khusus untuk memberikan pendidikan
kepada anak –anak mereka.
Pendidikan anak di istana berbeda dengan pendidikan anak – anak di
kuttab pada umumnya. Di istana orang tua murid (para pembesar di istana)
adalah yang membuat rencana pelajaran dan tujuan yang di kehendaki oleh orang
tuanya. Guru yang mengajar di istana itu di sebut mu’addib. Kata mu’addib berasal dari kata adab, yang berarti budi pekerti atau
meriwayatkan.guru pendidikan anak di
istana di sebut
mua’ddib, karena berfungsi mendidikkan budi pekerti dan mewariskan kecerdasan dan
pengetahuan orang – orang dahulu kepada anak-anak
pejabat.
Contoh dari rencana
pelajaran dan petunjuk-petunjuk yang dikemukakan oleh pembesar istana kepada
pendidik anak-anaknya agar dijadikan sebagai pedoman.
Adapun
rencana pembelajaran di istana sebagai berikut:
1.
Al-Qur’an (kitabulah)
2. Hadis-hadis yang termulia
3. Syair – Syair yang terhormat
4. Riwayat hukamah
5. Menulis membaca dan lain – lain
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Proses dan sistem pendidikan Islam pada masa kerajaan Islam di
Indonesia sudah berlangsung cukup baik. Terbukti dengan adanya
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sebagai pusat-pusat kekuasaan Islam di
Indonesia ini sangat berpengaruh bagi proses islamisasi di Indonesia sebagai
peranannya didalam penyiaran agama Islam, melalui para Ulama sebagai mubaligh/
pendidik dalam penyiaran agama Islam dan kerajaan Islam sebagai wadah kekuasaan
politik Islam, keduanya sangat berperan dalam mempercepat tersebarnya Islam ke
berbagai wilayah di Indonesia.
Selain mengikuti sistem yang telah diajarkan oleh Nabi, maka sistem
pelaksaan pendidikan Islam yang berlaku pada masa kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia hampir sama, yaitu dengan mendirikan masjid sebagai pusat pendidikan,
serta mengadakan halaqoh majelis ta’lim untuk mendiskusikan ilmu-ilmu agama.
Masjid bukanlah satu-satunya tempat diselenggarakannya pendidikan
Islam. Rumah-rumah ulama juga memainkan peranan penting dalam mentransmisikan
ilmu agama dan pengetahuan umum. Sebagai tempat transmisi keilmuan, rumah
muncul lebih awal daripada masjid. Sebelum masjid dibangun, ketika di Mekkah
Rasulullah menggunakan rumah Al-Arqam sebagai tempat memberikan pelajaran bagi
kaum muslimin. Selain itu, Beliau pun menggunakan rumah Beliau sebagai tempat
untuk belajar Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar